CERPEN - AGUSTUS
AGUSTUS
***
Pertama kali aku mengenalnya, Agustus 2005.
"Hidungmu..."
"Ada apa dengan hidungku? ... Oh, terima kasih"
Peringatan Kemerdekaan di negaraku selalu dilengkapi dengan upacara bendera pada hari senin. Umumnya hari senin, karena memang biasanya pada hari senin kami melakukan upacara bendera pada hari-hari biasa (bukan peringatan kemerdekaan). Bahkan jika tanggal 17 Aguistus tidak jatuh pada hari senin. Setidaknya begitu yang kupahami kala itu.
Kembali kuperhatikan wajah putih bersih itu, heran betul rasanya. Bagaimana mungkin seorang anak laki-laki bisa begitu putih. Mungkin aku harus bertanya pada Ibu rahasianya. Siapa tahu aku bisa jadi seputih itu.
"Apa lagi?" katanya.
"Kepalamu besar. mirip tauge" ujarku.
Wajahnya langsung merah padam.
17 Agustus 2005, kali pertama aku sadar bahwa si genius, saingan peraih juara satu di kelasku ini selalu membuatku tersenyum dengan hanya melihat kepalanya yang besar.
***
Tahun menjelang kelulusan Sekolah Dasar, Agustus 2007.
"Kau mau pindah?" kataku setelah mendengar ceritanya di kelas Bahasa Indonesia.
"Ya... " katanya, duduk di sebelahku.
"Oh, begitu, ke kota sebelah itu kan? Seberapa jauh?"
"Kalau bicaramu sekencang itu, maju dan bacakan ceritamu sekarang!" teriak Bu Guru di depan dengan muka kusut. Sepertinya ia kumat lagi, ini terjadi ketika kau menstruasi, setidaknya itu yang kupelajari di kelas Ilmu Pengetahuan Alam kemarin.
"Baik, Bu." lanjutku.
Kutatap dia dengan muka sendu. Dia hanya tersenyumd engan giginya yang kurasa tak lebih putih dari warna kulitnya. Well, setidaknya itu yang kuingat.
***
Tahun ketiga di Sekolah Menengah Pertama, Agustus 2010.
"Kau si kepala besar kan?" kataku ketika tak sengaja melihat wajahnya yang familiar.
"Tidak ada yang memanggilku begitu lagi sejak... SD. Kau si cewek raksasa! Kenapa tinggimu tak bertambah?" katanya dengan muka terheran-heran.
"Aku mulai program diet, kurasa itu yang menghentikan pertumbuhan tinggiku. Well, aku tak melihatmu semenjak kelas tujuh, kutebak kau baru pindah semester ini kan?" kataku setelah sebelumnya tersenyum lama.
"Ya, kau benar. Sayangnya tak sekelas denganmu. Ya kuharap kita saling bersapa. Nomormu masih yang dulu?" katanya.
"Tidak, aku sudah lama menggantinya. Tapi aku ingat nomormu!" kataku. Kami sempat bertukar nomor telepon ketika kepindahannya dulu.
"Pantas saja kau tak pernah mengirimiku pesan lagi."
"Maaf-maaf, nomormu 085238****** kan?"
"Kau menghafalnya?" katanya takjub.
"Tentu saja. Aku kan jenius. Well, sekarang sudah tidak sih. Tapi entah kenapa nomor teleponmu nomornya aneh, makanya aku bisa dengan cepat menghafalnya" kataku salah tingkah.
"Aku bisa berpikir aneh-aneh lho kalau kau berbicara seperti itu"
Dia bisa membaca pikiranku!
"Kau dari dulu memang berlebihan. Haha, aku harus kembali ke kelas, daah!"
Aku masih bisa melihatnya dari kejauhan. Kurasa, ia sedikit tersenyum.
Ngomong-ngomong, ia jadi jauh lebih tinggi, padahal dulu aku yang jauh melampauinya.
Tapi kepalanya tetap besar, wkwkwkwk.
***
Bulan-bulan terakhir kelulusan, 2011.
SHORT MESSAGE SERVICE
Kepala Besar:
Kau nggak masuk ke SMA Harapan? Itu sekolah paling favorit kan?
Cewek Raksasa:
Nggak, aku nggak akan bisa sampai ke level itu!
Kepala Besar:
Kalau begitu aku masuk Sekolah Kejuruan Saja
Cewek Rakasasa:
Tidakkah kau ingin masuk SMA Tridharma, levelnya cuma satu tingkat di bawah SMA Harapan
Kepala Besar:
Tidak, SMA Harapan atau Kejuruan, itu pilihanku.
Cewek Raksasa:
Sudahlah, terserahmu sajalah.
***
Hari ini, 17 Agustus 2014
Aku tak pernah melihat si kepala besar lagi.
Sampai akhirnya aku menemukan pesan lama di media sosial yang sudah lama tak kubuka.
Dengan gampangnya ia memulai semua percakapan itu lagi.
Agustus, bulan dimana cerita ini berulang lagi dan lagi.
THE END
Komen singkat gue:
Selamat Peringatan Hari Raya Kemerdekaan Indonesia yang ke-71 ^^
Caw
Thanks to:
Google.com
Indonesia Tercinta
Comments
Post a Comment